Mengharukan, Begitu Berat Ternyata Pengorbanan Seorang Suami

Masih ingatkah lagu nya Armada berjudul "Pergi Pagi Pulang Pagi"




Gini nih lirik nya ...

Ku rela pergi pagi pulang pagi
Hanya untuk mengais rezeki
Do'akan saja aku pergi
Semoga pulang dompetku terisi

Kamu tak perlu resah
Aku sedang berusaha
Demi kebahagiaan
Kamu yang aku sayangi





Trenyuh banget khan dengerin lagu nya...apalagi di akhir klip ada sepenggal adegan di mana seorang suami rela kerja siang malam demi memberi hadiah istri nya yang lumpun berupa kursi roda supaya bisa jalan2...hiksss. Nangis dah..!


Ya itulah namanya cinta, bisa bikin seseorang lakukan apapun dengan tulus. Begitu besarnya kekuatan cinta ini bahkan sanggup membuat seorang laki-laki menangis, hingga melakukan hal yang ekstrim berbahaya sekalipun demi wanita yang dicintainya. Betapa beruntung wahai para wanita yang punya pendamping hidup seperti ini yang tulus dalam mencintai dan rela berkorban untuk apa pun demi kebahagiaan sang bidadari hatinya.

Seorang suami rela melakukan apa saja demi istrinya, karena istri adalah separuh nyawa dan hidupnya. Memberikan yang terbaik bagi istri, berusaha sekuat tenaga bagi kebahagiaan istri dan mempertaruhkan nyawa bagi istri adalah bentuk ungkapan betapa cintanya seorang pria kepada pasangan hidupnya. Ada yang berjalan jauh demi mendapat donor ginjal untuk istri, ada yang menggendong istrinya puluhan kilometer bahkan ada yang terpisah lama dan akhirnya bersatu kembali. Ada juga yang terus-terusan pergi dinas ke luar kota selama berhari-hari, jauh dari keluarga, menahan rindu dan juga membiarkan badan sakit tergerogoti kelelahan, demi menafkahi orang-orang tercinta di rumah.


Masihkah Anda meragukan keajaiban cinta ini ? Bila iya, Anda harus membaca cerita-cerita dari para suami yang rela melakukan apa saja demi istrinya. Sangat menyentuh hati dan membuat kita menitikkan air mata.

Saat Azan subuh telah lama berkumandang. Kokok ayam sudah lama menghilang. Jam weker telah lama berdendang. Mentari mulai memancarkan sinarnya yang terang. Suasana alam yang gelap pun berubah menjadi benderang. Semua itu pertanda bahwa lonceng pagi kembali berdentang.

Tampak nun di kejauhan sana para lelaki memenuhi jalanan yang lengang setelah berpamitan pada keluarga tersayang. Dengan senyum mengembang, mereka berjalan dengan langkah panjang-panjang.

Bukan! Mereka bukan hendak berdemo untuk menentang kebijakan pemerintah yang sungsang atau mengkritik hukum di negeri ini yang berlubang. Bukan pula hendak mengadukan nasibnya yang malang atau kehidupannya yang serba kurang. Juga bukan hendak menebar genderang perang atau menghadang kendaraan yang sedang melaju kencang.

Mereka, para lelaki itu, hendak bekerja keras membanting tulang. Mereka hendak menunaikan kewajiban mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Ya, mereka hendak bekerja mencari uang.

Demi menghidupi istri, anak, dan ibu tersayang, demi menyiapkan masa depan gemilang, demi menyongsong hari esok penuh cemerlang, mereka rela berjuang. Tak dihiraukannya udara pagi yang dingin menerjang. Dibuangnya rasa malas yang menyerang.

Mereka terus melangkah dengan semangat menjulang. Ada yang mengendarai mobil model zaman sekarang. Ada yang mengendarai motor hasil ngutang (hehe). Ada juga yang mengandalkan angkutan usang (hehe). Maka, seketika jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Angkot, minibus, bus, atau kereta dipenuhi penumpang.

Begitulah fenomena yang kusaksikan dengan mata telanjang jika aku berangkat pagi-pagi dari rumah (huwaaa… kehabisan kata-kata berakhir ang. Yang muncul dalam benakku malah udang, kentang, kerang, pisang, rendang, wedang, kekekek… ini sih bikin lapar datang… :D). Coba perhatikan sekitar, pasti kawan-kawan pun akan melihat pemandangan begitu. Bisa jadi kawan-kawan bagian dari para lelaki itu (hehe).

Dulu, sewaktu aku masih berstatus pelajar, hal itu termasuk pemandangan rutin harian. Saat berangkat ke sekolah atau ke kampus, aku sering berada di antara mereka. Bahkan, tak jarang saat di angkot, aku sering menjadi gadis paling cantik karena penumpang lain lelaki semua (hehe). Pernah juga menjadi penghuni kereta selama seminggu saat harus pergi ke Jakarta, lagi-lagi kutemui pemandangan begitu. Para lelaki berdesak-desakan. Saat naik bus menuju kampus, tak pelak kulihat pula para lelaki bergelantungan.


Mereka bekerja seharian, dari pagi hingga petang. Menjelang malam, baru bisa pulang. Jika kembali ke rumah sore hari, aku pun sering berbarengan dengan mereka. Terpampang keletihan pada wajah mereka. Terlihat kelelahan pada tubuh mereka. Namun, senyum mereka tetap mengembang. Kurasa itu senyum bahagia karena mereka bisa kembali berkumpul dengan keluarga tersayang.

Jujur, melihat mereka timbul rasa kagum dalam hatiku. Aku salut dengan keteguhan para lelaki itu. Salut dengan kerja keras mereka. Melihat mereka, pasti aku teringat ayah. “Bukankah ayah juga bagian dari para lelaki itu?” tanyaku pada diri sendiri. Saat itu aku bertekad, aku akan berusaha menjadi putri yang bisa ayah banggakan. Takkan kusia-siakan kerja keras ayah. Akan kubayar tetes keringat ayah dengan prestasi yang baik di sekolah. Karena itulah, akhirnya dulu aku punya alasan lain untuk selalu rajin belajar. Memang, meski sekeras apa pun berusaha, sampai kini tetap saja aku takkan bisa menebus kebaikan ayah. Maka, aku hanya bisa mendoakannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah (amin).

Urusan mencari nafkah memang telah dibebankan di pundak lelaki. Bagi suami, mencari nafkah hukumnya wajib. Setiap pengorbanan suami mencari nafkah di luar rumah untuk diberikan kepada istri dan anak-anaknya, maka di sisi Allah seluruh jerih payahnya dihitung sebagai sedekah. Tetes keringatnya juga dihitung sebagai sedekah. Jadi, nafkah yang ia berikan kepada keluarga tidaklah bernilai sia-sia di hadapan Allah. Namun, tentu nafkah itu barulah bernilai sedekah bila dibarengi dengan niat karena Allah dan pekerjaan yang dijalaninya halal. Begitu yang kudengar dari ceramah ustad-ustad.

Setiap pengorbanan suami mencari nafkah di luar rumah untuk kemudian memberikan hasilnya sebagai nafkah atas istri dan anak-anaknya, maka di sisi Allah seluruh jerih payahnya dihitung sebagai sedekah. Tetes keringatnya juga dihitung sebagai sedekah. Di malam hari tatkala dia tidur dalam keletihannya setelah membanting tulang mencari nafkah pada siang hari, juga dihitung jihad di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Rasul bersabda: “Orang yang berusaha mencari nafkah yang halal adalah orang keramat di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Dalam hadis yang lain, Rasul bersabda; “Ada dosa-dosa yang tidak dapat dihapuskan karena sholat dan puasa, namun dapat hapus karena kesusahan mencari nafkah bagi keluarganya.”

Mencari nafkah bagi keluarga adalah tanggung jawab seorang suami atas keluarganya. Artinya, jika seorang suami sehat badan dan jiwanya, namun tidak mau berusaha dangan sungguh-sungguh mencari nafkah bagi keluarganya, maka suami seperti ini berdosa di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Telah ditegaskan dalam berbagai hadis shahih bahwa di antara kewajiban suami adalah memberi nafkah bagi istri dan anak-anaknya.


Untuk para suami, para ayah, para lelaki, tetaplah bersemangat mencari nafkah. Semoga Allah selalu melancarkan usahamu, memudahkan pekerjaanmu, menganugerahimu rejeki yang melimpah, dan menyehatkan ragamu (amin).

Untuk para istri, para ibu, para anak, yuk hargai kerja keras mereka! Jangan sia-siakan usaha tulus mereka. Mari berusaha menyenangkan ayah! Jika ayahmu telah tiada (maaf bukan bermaksud membuka lukamu), kirimi ia sejuta doa. Yang udah bersuami, ayo berusaha menyenangkan suami!

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Mengharukan, Begitu Berat Ternyata Pengorbanan Seorang Suami"

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus